Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan terdapat sekitar 23.000 mesin electronic data capture (EDC) yang diduga dikorupsi dalam proyek pengadaan digitalisasi stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di PT Pertamina (Persero) periode 2018–2023.
“Dalam perkara ini, diduga total pengadaannya sejumlah sekitar 23.000 mesin EDC,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan di Jakarta, Kamis (30/10/2025).
Saat ini, penyidik KPK bersama tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tengah melakukan pengecekan secara maraton terhadap sampel mesin EDC di sejumlah SPBU di berbagai daerah.
“Yang tersebar di wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, dan Banten,” ujar Budi.
Selain pemeriksaan fisik mesin, penyidik dan auditor BPK juga memeriksa sejumlah saksi untuk menghitung kerugian negara dalam kasus ini.
Di antaranya, dua orang saksi yang diperiksa di Kantor Direktorat Reserse Narkoba Polda Jawa Timur pada Rabu (29/10/2025), yakni Tri Rachmad Junaedi (TRJ) dan Budy Dharmito (BD), keduanya berstatus karyawan swasta.
“Saksi Sdr. TRJ dan BD hadir memenuhi panggilan. Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik melakukan pendalaman materi terkait pengadaan digitalisasi SPBU dalam kaitannya dengan penghitungan kerugian negaranya,” jelas Budi.
Sementara itu, Edrus Ali (EA), Komisaris Utama PT Phase Delta Control, yang absen dalam pemeriksaan kemarin, dijadwalkan ulang untuk diperiksa hari ini.
“Saksi Sdr. EA dijadwalkan ulang pemeriksaannya pada hari ini (Kamis, 30/10),” ucap Budi.
Sebelumnya diberitakan, KPK tengah melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi (TPK) dalam proyek digitalisasi SPBU Pertamina periode 2018–2023.
Proyek digitalisasi tersebut mencakup sejumlah item pengadaan, tidak hanya mesin EDC yang digunakan untuk mencatat pelat nomor kendaraan dan memproses pembayaran non-tunai, tetapi juga Automatic Tank Gauge (ATG) atau pengukur tangki otomatis yang berfungsi memantau serta mengukur ketersediaan bahan bakar di dalam tangki secara elektronik.
“Kalau kita bicara digitalisasi SPBU, tidak hanya terkait dengan mesin EDC-nya (electronic data capture, red.) yang mencatat pelat nomor kendaraan, kemudian untuk transaksi pembayaran. Akan tetapi, juga termasuk alat untuk mengecek ketersediaan dari BBM di dalam tangki itu,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (25/10/2025).
Budi menegaskan, KPK saat ini tengah mendalami satu paket pengadaan digitalisasi SPBU yang terdiri atas mesin EDC dan alat ATG.
Ia menjelaskan proyek digitalisasi tersebut dikerjakan oleh PT Telkom Indonesia (Persero), dan hasil pengadaannya digunakan di lingkungan PT Pertamina (Persero).
“Kemudian hasil atau output dari pengadaan itu digunakan untuk SPBU atau di lingkungan Pertamina,” katanya.
KPK diketahui mulai melakukan penyidikan kasus ini dengan memanggil sejumlah saksi pada 20 Januari 2025. Pada hari yang sama, KPK mengumumkan bahwa perkara tersebut telah naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan sejak September 2024. Saat itu, KPK juga menyatakan telah menetapkan tersangka, namun belum mengumumkan jumlahnya.
Pada 31 Januari 2025, KPK secara resmi mengumumkan jumlah tersangka sebanyak tiga orang. Kemudian, pada 28 Agustus 2025, KPK menyebut proses penyidikan telah memasuki tahap akhir dan sedang melakukan perhitungan kerugian keuangan negara bersama BPK RI.
Perkembangan terbaru, pada 6 Oktober 2025, KPK mengumumkan bahwa salah satu tersangka dalam kasus digitalisasi SPBU adalah Elvizar (EL), yang juga menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk periode 2020–2024.
Elvizar diketahui menjabat sebagai Direktur PT Pasifik Cipta Solusi (PCS) dalam proyek digitalisasi SPBU, dan sebagai Direktur Utama PCS dalam pengadaan mesin EDC di BRI.
Mantan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, hadir mendampingi Elvizar sebagai pengacara dalam pemeriksaan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).
“Klien kami hadir dan akan memberikan keterangan seterang-terangnya dalam pemeriksaan hari ini,” kata Febri kepada awak media sebelum memasuki Gedung Merah Putih KPK.
Febri kemudian menjelaskan awal mula proyek digitalisasi SPBU Pertamina yang berlangsung selama lima tahun dengan nilai kontrak mencapai Rp3,6 triliun, melalui kerja sama antara Pertamina dan PT Telkom Indonesia (Persero). Telkom kemudian menugaskan dua anak perusahaannya untuk melaksanakan proyek ini, yakni PT Sigma yang menangani 90 persen porsi proyek, dan PT PINS yang menangani sisanya sebesar 10 persen.
“Klien saya hanya berada di bagian kecil dari proyek tersebut, kurang dari 50 persen porsi yang ditangani PT PINS. Secara total, hanya sekitar 4 persen dari Rp3,6 triliun,” ujar Febri.
Ia menegaskan, KPK memiliki kewenangan penuh untuk menentukan arah penyidikan, apakah akan difokuskan pada porsi 4 persen tersebut atau menyeluruh terhadap keseluruhan proyek digitalisasi. ptslot
Febri juga mengungkapkan, berdasarkan data dari Pertamina, program digitalisasi SPBU telah memberikan dampak signifikan terhadap efisiensi subsidi energi.
“Pertamina menyampaikan, digitalisasi ini bisa menghemat subsidi lebih dari Rp53 triliun,” kata Febri.
Sumber : blibli99.id
 
                         
                         
                         
                         
                         
                         
			 
			